May 01, 2008

Haruskah Mundur?


Gub dan wagub itu dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pilkada sesuai tuntunan konstitusi. Jika ada sekelompok atau segolongan masyarakat ingin mereka mundur dari posisinya, itu sah-sah saja dan tidak ada yang melarang. Tentu mereka memiliki alasan dan data ketika memutuskan untuk meminta gub dan wagub lengseng ke prabon. Cara yang ditempuh juga harus konstitusional atau tidak melanggar hukum. Jikalau meminta mereka turun dari posisinya, harus melalui mekanisme yang benar dan tidak anarkhis. Atau memaksa mundur dengan cara kampanye gelap, memprovokasi, dan merusak fasilitas umum. Jikalau cara-cara seperti itu yang dilakukan, para penonton bisa menilai, mana yang harus didukung dan tidak.


Cara-cara anarkhis dan memaksakan kehendak justru mengesankan para pendemo sebagai orang bar-bar dan tidak mempunyai adab. Untuk itu tidak layak untuk didukung.

Jika aksi demo dilakukan dengan cara beradab dan taat hukum, tentu penilaian masyarakat menjadi positif. Apalagi jika perjuangan membela kebenaran itu dilakukan secara simultan dan berkesinambungan tak pernah henti. Setiap melakukan demo, jumlah massa terus membengkak karena terus mendapatkan dukungan dari masyarakat luas, seperti demo tahun 1998. otomatis gerakan penuntut keadilan akan mengalami massivitas gerakan. Apalagi jika orang yang dituntut mundur tersebut terbukti telah melakukan pelanggaran administrasi negara dan kesusilaan.

Sering terjadi dalam proses demokrasi dan penegakan hukum di propinsi bengkulu adalah terkait pembuktian kebersalahan seseorang. Katakanlah seperti kasus dispendagate. Kasus tersebut sampai saat ini masih terus diproses, dan mendudukan kadispenda sebagai tersangka. Banyak orang menilai, kasus tersebut banyak melibatkan orang penting atau pejabat di daerah ini. Tidak terkecuali gubernur bengkulu karena secara struktural kadispenda adalah bawahannya. Rasanya tidak mungkin gub tidak mengetahui aliran dana tersebut atau kadispenda memutuskan sendiri uang negara tanpa sepengetahuan gub. Apalagi nilainya miliaran rupiah. Namun sampai detik ini gub juga belum dipanggil sebagai saksi, apalagi tersangka.

Kita sudah sering mendengar gub diproses sebagai tersangka karena kasus korupsi, seperti gub suwarna dan gub ali madzi. Begitupun walikota dan bupati, termasuk mantan walikota bengkulu. Sampai saat ini belum ada yang ditahan dan divonis bersalah oleh pengadilan. Disinilah kelemahan penegakan hukum kita. Jadi wajar saja jika bengkulu mempunyai stigma negatif sebagai daerah korupsi. Malah ada beberapa orang mengatakan bengkulu dengan kalimat, “lubuknya kecil tetapi buayanya banyak.” Artinya, bengkulu ini kota kecil dengan pendapatan asli daerah yang minim, namun koruptor yang mencuri PAD, DAU, DAK, APBD/APBN banyak. Seandainya hukum berdiri tegak dengan gagah di propinsi bengkulu, sudah sepantasnya bye-bye propinsi tertinggal dan selamat datang di bengkulu kota metropolitan, baldatun thoyyibatun...gemah ripah loh jinawi, dan sederet ungkapan-ungkapan kesejahteraan.

Mahasiswa sebagai lokomotif perubahan masyarakat merasa perlu untuk terus memupuk idealisme dan spirit perjuangannya. Zaman boleh berubah, namun sprit perjuangan harus tetap membara dan membakar. Sudah menjadi hukum alam bahwa hidup ini adalah perjuangan. Perjuangan melawan kemungkaran dan kekejian. Korupsi itu adalah salah satu perilaku yang keji dan harus dimusnahkan. Mahasiswa tidak boleh diam dan lemah semangat, karena mereka adalah tumpuan harapan wong cilik dan pecinta kebenaran. Mahasiswa adalah stimulator dan dinamisator bagi perjuangan penuntut keadilan dan pencari kebenaran. Mahasiswa harus merapatkan barisan dan jangan mau dibeli oleh legislatif maupun eksekutif. Dan tugas para civitas akademika untuk membangkitkan semangat mahasiswa untuk terus berjuang membela keadilan dan kebenaran. Tidak zamannya lagi mahasiswa dilarang demo dengan ancaman tidak boleh masuk kuliah dan nilai jelek.

Toh perjuangan mahasiswa adalah untuk kesejahteraan para civitas akademika sebagai bagian dari masyarakat secara tidak langsung. Terbebasnya bengkulu dari korupsi otomatis akan dinikmati oleh semua pihak, termasuk civitas akademika dengan anggaran pendidikan yang sesuai untuk operasional sekolah dan universitas. Mahasiswa dan pelajar, ibu pertiwi memanggilmu...!