May 22, 2008


Bungin mengatakan dalam bukunya,” media massa elektronika memberikan pengaruh signifikan terhadap sikap seks remaja dibandingkan media massa cetak dan peer group.” Pernyataan bungin ini memperkuat pendapat lain mengenai penyebab remaja melakukan seks bebas.

Bungin mengatakan dalam bukunya,” media massa elektronika memberikan pengaruh signifikan terhadap sikap seks remaja dibandingkan media massa cetak dan peer group.” Pernyataan bungin ini memperkuat pendapat lain mengenai penyebab remaja melakukan seks bebas.
Remaja mempunyai dorongan yang kuat untuk mengetahui segala sesuatu yang ada disekitarnya. Rasa ingin tahun dan mencoba dalam diri remaja begitu besar. Ini merupakan potensi yang luar biasa jika diarahkan atau dibina untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Namun, kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Harian Rakyat Bengkulu (RB) di halaman muka memberitakan tentang penemuan gambar wanita telanjang di Handphone siswa sekolah menengah atas swasta di Bengkulu, setelah dilakukan razia oleh pihak dinas pendidikan nasional. Sebelum itu, ada yang lebih heboh, yaitu UNIT III MEMBARA (atau apapun namanya). Ini adalah fenomena social yang muncul ke permukaan dan telah diekspos oleh media massa. Bagaimana fenomena social atau kejadian serupa yang tidak ditemukan. Sangat mungkin lebih banyak, apalagi dengan menjamurnya internet dan teknologi handphone yang makin terjangkau.
Bengkulu kembali diguncang oleh berita dan kejadian menghebohkan. Sepasang pelajar di bengkulu selatan melakukan hubungan seks layaknya suami-istri. Hubungan intim tersebut direkam dengan kamera ponsel dan beredar cepat pada publik setelah diekspos media massa. Bilamana video tersebut tidak dibocorkan, kita tidak akan pernah terjadi atau mengetahui kejadian tersebut. Yang jelas kejadian itu sangat nista dan membuat dunia pendidikan kembali tercoreng. Menurut pengamatan penulis, ini adalah kejadian yang ketiga terjadi di propinsi bengkulu dan terekspos. Dan sangat mungkin peristiwa serupa masih banyak yang belum terekspos, apalagi dengan kecanggihan TIK saat ini.
Sungguh peristiwa adegan porno yang dilakukan oleh pelajar sudah sering terjadi, baik di bengkulu maupun tempat lain. Malahan, dari waktu-ke waktu kejadian tersebut menunjukkan tren peningkatan. Kondisi ini tampaknya perlu mendapat perhatian serius dan penanganan khusus. Bagaimanapun remaja adalah aset bangsa yang harus diselematkan tanpa diskriminasi. Mereka adalah calon pemimpin dan ibu masa depan. Alangkah sedihnya jika masa depan mereka hancur di usia muda atau ibarat bunga yang layu sebelum berkembang. Kita tidak usah saling menyalahkan atau mencari kambing hitam (atau kambing putih). Yang perlu dilakukan saat ini semua pihak harus proaktif menyusun rencana taktis preventif dan kuratif untuk menanggulangi masalah tersebut.
Yang harus dilakukan pertama kali adalah pengawasan dan kontrol orang tua harus ditingkatkan. Ortu sebagai orang yang lebih tahun tentang anaknya dan merupakan “tangan pertama” harus meningkatkan pengawasan terhadap remajanya. Ortu harus waspada terhadap lingkungan atau teman sepermainan anak-anaknya. Ortu harus banyak menggali informasi tentang kawan-kawan anaknya dan aktivitas mereka. Hal ini disebabkan karena pengaruh teman sebaya kontribusinya signifikan terhadap perilaku remaja. Karakteristik remaja yang mempunyai keinginan untuk selalu hidup berkelompok (dan itu memang sifat dasar manusia) memang sudah sewajarnya. Membatasi pergaulan mereka sama saja memancing perseteruan yang tak kunjung selesai. Remaja juga ingin selalu diakui dan dihargai oleh komunitasnya. Remaja sangat sensitif dengan ejekan dan perbandingan dari teman-temannya. Sehingga banyak remaja melakukan apa saja agar diakui oleh teman-temannya. Remaja juga sering ingin tampil sempurna dan beda agar selalu tampak gaul. Semua mode pakaian dan rambut terkini diikuti. Semua tren pergaulan yang ditunjukkan artis dan aktor dijiplak tuntas (finished). Inilah dunia remaja yang penuh gejolak dan energi. Dunia orang dewasa berbeda jauh dengan anak-anak dan remaja.
Ortu harus mewaspadai waktu luang remaja dan keberadaan di rumah tanpa pengawasan. Sangat besar peluang yang dilakukan oleh remaja jika waktu luangnnya tidak digunakan untuk hal-hal yang positif bagi masa depannya. Permasalahan penggunaan waktu luang juga mesti mendapatkan perhatian. Remaja perlu diarahkan untuk bisa menggunakan waktu luang sebaik mungkin dengan membuat jadwal. Waktu luang tersebut bisa digunakan untuk belajar, bermain, kumpul-kumpul, menyalurkan hobi, ikut ekskul, kerohanian islam, sukarelawan, dan sebagainya. Biasanya remaja malas ketika pertama kali melakukan kegiatan di atas. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu luang untuk nonton TV atau film. Jika tidak, ngumpul dengan kawan-kawan tanpa tujuan yang jelas. Berhati-hatilah jika remaja sering berada dirumah, mengurung diri, dan banyak diam. Bukan berarti berada di rumah dilarang, tetapi lebih baik jika mereka meluaskan pergaulan untuk mengeksplorasi potensi atau bakat yang mereka miliki sebagai investasi masa depan.
Kemudian para guru juga ikut serta menanggulangi permasalah tersebut. Guru merupakan “tangan kedua” setelah ortu. Waktu tatap muka guru dengan remaja dari jam 7.30 s.d. 14.00. dan itu adalah jam sekolah secara normal dan rata-rata. Ada waktu sekitar 6-7 jam tatap muka dan mereka berada di lingkungan sekolah. Para guru harus peka terhadap perilaku remaja di kelas dan sekolah. Pengamatan secara mendalam setiap siswa menjadi mutlak dilakukan. Memang jumlah guru dan murid berbeda, namun setiap guru bisa mengambil 5-10 remaja yang berada dalam pengawasan. Atau ada cara lain yang lebih efektif. Yang penting adalah kemauan untuk mendidik remaja seutuhnya. Di mana ada kemauan di situ aja jalan. Kemalasan akan melahirnkan banyak dalih atau alasan. Dalam permasalahan ini, solusi kongkrit dan pelaksanaan mendesak untuk dilakukan.
Tugas pemerintah adalah meminimalisir peredaran film-film barat yang cenderung seronok dan mengumbar syahwat remaja. Pemerintah harus lebih ketat, melalui lembaga sensor film, meloloskan sebuh film asing. Pemerintah juga meningkatkan razia film-film porno dan akses internet porno yang makin banyak. Menurut ahli telematika, sulit bagi pemerintah menghentikan atau memblok sekian banyak situs porno di internet. Kalau itu yang menjadi kendala, pemerintah hendaknya memperketat izin pendirian warnet yang semakin menjamur. Pemerintah harus bisa mendesain ulang kamar-kamar warnet yang terkotak-kotak dan tertutup menjadi terbuka seperti di universitas. Artinya tidak ada sekat-sekat dan ini harus distandarkan untuk seluruh usaha warnet. Alasan yang mengatakan warnet rugi, itu hanyalah sebuah bentuk dukungan terhadap rusaknya moral remaja. Sama artinya membiarkan bangsa ini hancur dan dikuasai bangsa lain. Harus diakui pornografi dan pornoaksi akan melemahkan bahkan meruntuhkan sendi-sendi sosial masyarakat seperti remaja yang tidak perawan/perjaka lagi, hamil di luar nikah, putus sekolah, anak tanpa bapak, terkucilkan karena dijauhi masyarakat dan penyakit AIDS hingga kematian yang tragis.
LSM peduli nasib bangsa juga ikut serta berpartisipasi mencegah kemerosotan moral remaja. LSM harus berjuang mendesak pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih ketat dan kuat tentang pornografi. Sampai saat ini kita tidak pernah tahu nasib RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Sudah setahun RUU tersebut belum juga disahkan menjadi UU. Jangan biarkan penjahat dan penikmat kelamin bersuka cita dengan kondisi tersebut. Wacana tentang RUU harus digulirkan kembali sampai menjadi UU dan segera dilaksanakan di semua daerah tanpa terkecuali. Bagaimana pun semua agama dan orang-orang sehat sepakat bahwa pornografi dan pornoaksi harus dihapuskan dari negara Indonesia dan propinsi Bengkulu tanpa ampun. Untuk itu semua elemen anak bangsa harus bersatu padu dan semangat menggalang kekuatan melawan mafia pornografi dan pornoaksi. Siapa saja yang menentang RUU tersebut berarti telah ikut serta menjerumuskan bangsa ini dalam kehancuran. Itu artinya mereka tidak punya sense of nationality atau nasionalisme. Orang-orang seperti iti dengan antek-anteknya harus segera diberikan sanksi moral dan hukum. Save our generation


No comments: