May 19, 2009

SBY VERSUS MEGAWATI

Megawati sejak dulu mempunyai “dendam” politik terhadap SBY. Sebagaimana kita ketahui, SBY dulu pernah menjadi bawahan Megawati dengan jabatan sebagai Menkopolkam. Pada saat itu hubungan SBY dengan Megawati tidak begitu baik. Klimaksnya, SBY mengundurkan diri dari cabinet yang dipimpin oleh Megawati. Megawati sendiri secara vulgar membeberkan kepada public surat pengunduran SBY yang masih di dalam amplop coklat, lewat media massa cetak dan elektronik.

Megawati sejak dulu mempunyai “dendam” politik terhadap SBY. Sebagaimana kita ketahui, SBY dulu pernah menjadi bawahan Megawati dengan jabatan sebagai Menkopolkam. Pada saat itu hubungan SBY dengan Megawati tidak begitu baik. Klimaksnya, SBY mengundurkan diri dari cabinet yang dipimpin oleh Megawati. Megawati sendiri secara vulgar membeberkan kepada public surat pengunduran SBY yang masih di dalam amplop coklat, lewat media massa cetak dan elektronik.

Semenjak saat itu, terjadilah perang dingin dan urat syaraf antara SBY dengan Megawati. Puncaknya, perang itu ditabuh lewat ajang Pemilihan Presiden 2004 (Pilpres 2004), dimana SBY dan Megawati sama-sama mencalonkan diri sebagai presiden RI ke-6. Inilah pertarungan antara mantan atasan dengan mantan bawahan dalam sejarah perpolitikan nasional.

Hasilnya, SBY dapat mengalahkan Megawati dalam dua ronde sekaligus. Pada ronde kedua, Megawati dikalahkan oleh SBY secara telak. Rasa malu tak tertahankan ditunjukkan oleh Megawati dan sekutunya. Sejak saat itu, perang isu, kebijakan, dan wacana terus diluncurkan oleh kubu Megawati. Perang tersebut terus dilancarkan oleh kubu Megawati lewat media massa dan parlemen sebagai oposisi. Perang tersebut tidak lain adalah untuk menurunkan pamor SBY dan mengimbangi hegemoni pemerintahan SBY. Sebuah perang yang dinikmati oleh media massa untuk dijadikah sebuah headline. Masyarakat pun menunggu-nunggu kelanjutan cerita perang tersebut sampai saat ini. Bak sebuah film seri, perang tersebut tak kunjung memberikan sinyal akan berhenti atau genjatan senjata.

Sekarang perang tersebut kembali memanas. Hal ini dikarenakan SBY dan Megawati kembali bertarung dalam arena Pilpres 2009. Keduanya kembali melancarkan senjata-senjata dengan peluru-peluru yang mematikan. Peluru-peluru tersebut terus dilesakkan kedua belah pihak. Tentu saja peluru-peluru tersebut telah melukai kedua kubu yang sedang berperang. Luka yang ditimbulkan terus-menerus mempengaruhi pamor atau popularitas masing-masing kubu. Setiap masa, popularitas mereka bagaikan chart trading forex yang fluktuatif secepat kilat. Semua orang yang menyaksikan perang tersebut akan merasa jantungnya berdebar-debar. Seperti pialang saham dan trader forex yang berdebar-debar melihat pergerakan bursa saham dan berjangka.

Kedua kubu terus-menerus menggalang sekutu sebanyak-banyaknya untuk memenangi peperangan tersebut. Segala daya dan upaya terus ditambahkan dan ditingkatkan untuk mengoptimalkan senjata pamungkas mereka dalam rangka melemahkan dan mematikan pamor musuh.

Pilpres 2009 adalah momentum yang tepat menurut mereka untuk membuktikan, siapakah yang pantas disebut sebagai The Real President of Indonesia. Kedua kubu sangat memahami sekali bahwa pilpres 2009 adalah even yang sangat penting bagi mereka. Inilah saatnya mereka show on force kepada public. Inilah perang terakhir –semoga saja- bagi SBY dan Megawati. Sebuah perjudian yang akan menggadaikan harga diri mereka, sekutu, dan integritasnya.

Sedangkan Jusuf Kalla (JK) boleh saja bermanuver dan sowan kesana-kemari untuk mempromosikan dirinya. Namun khalayak melihat dirinya hanyalah sebagai juru runding dari “Dewan Keamanan PBB” dari perang SBY versus Megawati. Public menganggap JK belum saatnya tampil saat ini. Public lebih menghendaki JK sebagai penengah atau penyeimbang dari kekuatan kedua kubu. Masyarakat ingin melihat episode terakhir dari perang yang berkepanjangan antara SBY dengan Megawati. Biarkan mereka berdua beradu strategi atau siasat untuk memenangi perperangan yang bernama Pilpres 2009.

Kita ingin melihat dan mengetahui apakah Mega-Pro dapat mengalahkan SBY-Boediono. Jika itu terjadi, maka Megawati dan sekutunya akan merasa terobati sakit hatinya selama ini. Namun sebaliknya, jika SBY yang memenangi Pilpres 2009, maka SBY berhasil menggenapi kemenangannya alias berhasil menggapai visinya selama ini. Maka dari itu, sudah sepantasnya siapapu pemenang dari arena Pilpres 2009 patus mendapatkan apresiasi dan penghargaan sebagai Best of The Best Leader. Jadi, marilah kita tonton beramai-ramai episode terakhir dari perperangan itu dan jangan sampai tidak terdaftar atau mendapatkan tiketnya!


No comments: