May 22, 2009

KEKUATAN EKONOMI TANPA HUTANG?

Membangun kekuatan ekonomi bangsa tanpa utang. Mungkin saja jika para pemimpin di Indonesia mempunyai kemauan dan tekad yang kuat untuk itu. Tentunya hal ini bertentangan dengan keinginan atau pernyataan cawapres sby, “kita tidak perlu alergi dengan utang.” Bagi saya hutang adalah hal yang patut dihindari dan hanya dijadikan sebagai alternative terakhir dari sekian banyak alternative yang ada. Saya memang bukan ahli ekonomi, tapi saya sangat yakin bahwa segelintir ekonom akan sepakat dengan tulisan saya ini. Pernyataan awal dari tulisan ini boleh jadi terkesan subjektif. Namun, bukanlah sesuatu yang dilarang untuk dibicarakan. Pernyataan ini timbul dari sebuah pemikiran setelah melihat sebuah film. Sebuah film dimana sebuah Negara bias berdaulat dan mampu menjalankan roda pemerintahan dengan mandiri tanpa intervensi Negara lain. Berdaulat bukan berarti harus menjadi sombong seperti amerika serikat. Berdaulat tetap menjalin hubungan diplomatic yang baik dengan semua Negara. Tidak mungkin sebuah Negara bias maju jika dia menutup hubungan diplomatic. Dahulu jepang sudah menyadarinya sejak dulu melalui restorasi meiji.

Membangun kekuatan ekonomi bangsa tanpa utang. Mungkin saja jika para pemimpin di Indonesia mempunyai kemauan dan tekad yang kuat untuk itu. Tentunya hal ini bertentangan dengan keinginan atau pernyataan cawapres sby, “kita tidak perlu alergi dengan utang.” Bagi saya hutang adalah hal yang patut dihindari dan hanya dijadikan sebagai alternative terakhir dari sekian banyak alternative yang ada. Saya memang bukan ahli ekonomi, tapi saya sangat yakin bahwa segelintir ekonom akan sepakat dengan tulisan saya ini. Pernyataan awal dari tulisan ini boleh jadi terkesan subjektif. Namun, bukanlah sesuatu yang dilarang untuk dibicarakan. Pernyataan ini timbul dari sebuah pemikiran setelah melihat sebuah film. Sebuah film dimana sebuah Negara bias berdaulat dan mampu menjalankan roda pemerintahan dengan mandiri tanpa intervensi Negara lain. Berdaulat bukan berarti harus menjadi sombong seperti amerika serikat. Berdaulat tetap menjalin hubungan diplomatic yang baik dengan semua Negara. Tidak mungkin sebuah Negara bias maju jika dia menutup hubungan diplomatic. Dahulu jepang sudah menyadarinya sejak dulu melalui restorasi meiji.

Saya juga mengetahui dari ajaran agama, bahwa hutang itu tidak baik bagi seseorang atau kelompok maupun Negara. Walaupun hutang bukanlah barang tabu, hendaklah tetap menghindarinya. Sekali lagi, pernyataan saya ini tentu sangat berlawanan arus dengan professor boediono yang mantan gubernur bank Indonesia. Ilmu saya sangat mungkin tidak selevel dengan beliau, namun saya sangat menyangsikan jika hutang dapat menjadi factor pertumbuhan ekonomi maupun keluar dari krisis global. Menurut saya, jika ide dari cawapres boediono itu dipakai pada saat dia terpilih, saya khawatir bangsa ini akan setback sewaktu zaman soeharto, hanya beda kemasan saja. Kalau rakyat kecil seperti saya sudah cemas dengan ide pak boed, apalagi pakar ekonomi dan praktisi ekonomi. Bagi saya, neoliberalisme yang sedang menerpa pak boed, bukanlah omong kosong. Itu adalah sebuah realita. Namun janganlah anda tanyakan, apa alas an saya mengatakah hal itu, karena saya bukanlah ekonom seperti ibu aviliani maupun imam sugema dan lain-lain. Saya hanya ingin mengatakan bahwa pernyataan itu timbul dari alam pikiran saya sendiri yang bekerja dengan cerdas, namun sulit untuk didefinisikan dengan bahasa akademik bidang ekonomi. Saya tidak akan marah jika ada orang yang menertawakan pendapat dan alas an saya ini, karena saya bukan ahli dibidangnya. Namun mengapa saya berani menyuarakah masalah itu? Karena itu adalah hak saya sebagai warga Negara Indonesia yang peduli terhadap kemandirian dan kedaulatan bangsa ini. Saya adalah salah satu anak bangsa, yang tidak ingin bangsa ini kolaps dan tergadaikan oleh keinginan neo-imperialisme.

Hendaknya para pemimpin bangsa ini harus banyak belajar dari pemimpin bangsa lain. Apakah mereka tidak ingin belajar dari presiden iran? Apakah mereka tidak mau belajar dengan presiden cuba? Dan apakah mereka tidak mau belajar dari presiden Venezuela dan Bolivia? Tolong, yang dilihat dari mereka adalah kebaikanya untuk serius membangun kekuatan ekonomi tanpa intervensi neo-imperialisme. Sekali janganlah kita membahas kejahatan atau kediktatoran mereka, karena saat ini kita sedang membahas tentang kemandirian dan kedaulatan bangsa Indonesia!

Bagaimana kita memulai mewujudkan impian itu? Saya tidak ingin berteori dengan begitu banyak teorema-teorema yang complicated. Alam pikiran saya mengatakan mulailah dari mengubah pola piker anak bangsa dari mentalitas penjajah. Mentalitas yang ingin dilayani dan lambat dalam bekerja. Ambillah contoh sederhana, jangan tanamkan anak kita untuk menjadi pegawai negeri sipil! Apabila ada yang tidak setuju dengan hal ini, tidak masalah dan saya anggap dia mempunyai pendapat sendiri. Saya juga tidak mengharamkan orang untuk menjadi pegawai negeri sipil. Namun saya lebih menghendaki, Indonesia lebih banyak mencetak pengusaha-pengusaha yang banyak dibandingkan PNS. Rasio perbandinganya adalah 7:10. Artinya, diantara sepuluh orang anak bangsa, tujuh orang adalah pengusah. Terserah mau jadi pengusaha apa.

Pola piker ini harus dirubah sejak anak-anak kita duduk dibangku sekolah dasar. Pola piker yang mengajarkan kepada mereka untuk mandiri menghidupi dirinya sendiri dan orang lain. Tanamkanlah kepada mereka untuk menyediakan dan membuat lapangan kerja setelah mereka tamat SMA atau perguruan tinggi. Jangan lagi menanamkan di dalam pikiran mereka menjadi lulusan yang siap bekerja atau siap pakai! Biarkan mereka berkreasi untuk mewujudkan mimpi mereka. Pupuk dan peliharalah mereka menjadi wiraswata-wiraswata tangguh dan mendunia. Hal itu harus juga dimulai dari peradaban terkecil, yaitu keluarga kita semua.

Semakin banyak lapangan kerja, semakin berkurang jumlah pengangguran. Artinya, semakin sedikit angka pengangguran akan mengurangi beban Negara dari biaya social yang tinggi. Selain akan mengurangi angka kriminalitas yang berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan seseorang. Semakin banyak penerimaan Negara dari ekspor, tentu akan menambah cadangan devisa Negara dan mengurangi deficit anggaran. Jika devisa kita besar, tentu semakin sedikit hutang yang kita perlukan. Semakin sedikit hutang maka kita akan semakin kuat dan mandiri untuk menjalankan Negara kesatuan republic Indonesia yang berdaulat. Artinya semua itu akan berproses dari yang kecil dan akan terus berproses dan saling berkaitan seperti sebuah system atau siklus.

Saya berkeyakinan, pasti tulisan saya ini akan dibaca oleh ekonom maupun orang yang pakar dibidang ekonomi dan moneter. Bias jadi setelah membaca tulisan saya ini, beraneka rupa ekspresi dan respon akan muncul. Ada yang tertawa sinis kepada saya karena berani menulis tentang ekonomi. Ada juga yang setuju dengan sedikit penambahan menurut pandangan ekonomi mereka. Bias juga ada yang terbengong-bengong dan bingung dengan tulisan saya. Bagi saya, semua itu adalah sebuah dinamika dalam berpendapat. Apapun ekspresi dan respon mereka, saya berketetapan, tidak akan memperdulikan karena saya sebagai orang Indonesia juga ingin menyampaikan kepada pemimpin bangsa ini sesuatu yang penting dengan bahasa saya sendiri. Jadi, saya meminta kepada seluruh anak bangsa, untuk lebih cerdas dan cermat dalam menentukan pilihan ketika berpartisipasi pada pemilihan presiden 2009. Bagi saya, ini adalah pertaruhan besar yang akan menentukan nasib bangsa, bukan hanya lima tahun ke depan, namun lebih dari itu. Saya bukan memprovokasi anda, karena saya tidak pandai melakukan itu dan tidak mempunyai niat sebesar atom sekalipun untuk mengagitasi anda. Siapalah saya, bagian dari sekian ratus juta anak bangsa yang membutuhkan seorang pemimpin visioner dan mencintai serta memiliki kasih saying kepada kita semua. Besar harapan kita siapapun yang terpilih bias membuat bangsa ini mandiri dan berdaulat. Semua bangsa yang memiliki perekonomian dan moneter yang fondasinya kokoh seperti karang dilautan. Bangsa ini harus menjadi bangsa kuat dan maju. Sebuah bangsa yang bias membantu bangsa lain untuk ikut sejahtera bersama Negara kita dalam memberantas kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan keberpenyakitan. Semua itu adalah tugas muliah, maka dari itu, marilah kita pilih sosok presiden yang mampu mewujudkan cita-cita itu semua!


3 comments:

ferdy said...

assalamualaikum saudaraku.
ane bingung mau ngomentari yang mana , tulisan atau penghargaannya.
ane setuju dengan persepsi antum tentang hutang walaupun mungkin ane tidak setuju 100% (he he he gpp ya)
memang hutang di lihat dari segala aspek memang lebih banyak ruginya, ketimbang kebaikannya.
satu hal yang mungkin menjadi pertimbangan bagi elit politik atau pemerintah atau bahkan rakyat secara pribadi adalah ketika suatu kondisi genting/darurat yang membutuhkan penyehatan keuangan dalam waktu cepat dan pasti maka yang terlintas di benak adalah hutang. kenapa hutang?? karena ia cepat dan pasti daripada berpikir mencari jalan perbaikan dengan cara diskusi, rapat, dsb yang jusrtu ketika hal itu berlangsung keadaan makin parah atau tak tertolong lagi.iya kalau dapat solusi kalau tidak? waktu akan terbuang dan banyak hal yang dikorbankan. Jadi titik permasalahnnya adalah ketersediaan waktu untuk pemecahan masalah.
Nah, sekarang pertanyannya, apakah negara kita tidak memiliki cukup waktu dan SDM yang memadai hingga terpaksa berhutang? apakah kata "terpaksa" di sini telah menggambarkan buntunya pikiran para elit politik dan ekonom di negeri kita? saya rasa tidak, hanya saja pemerintah kita sudah terlanjur terbuai dengan hutang, jadi sedikit sedikit ya hutang, kan gampang...gitu aja kok repot...
Satu hal lagi yang cukup ironi, katanya negara kita banyak hutang, tapi kok mobil merk terbaru yang belum ada di negara manapun eee.. sudah nongol duluan di Indonesia.. kumaha iye kang??/
ini hanya sedikit koment ttg hutang, tanpa pro atau kontra terhada capres/cawaprres manapun.
tentang PNS,..he hheehe... sepertinya gak salah juga kan kalau jadi Pengusaha trus sampingannya PNS.. heheheheheh,,..
OK, kak mardi syukron atas spasi yang di berikan.
sukes selalu.

young old man said...

Assalamualaikum warohmatulloh.. tulisan yang menarik.. ulasan yang bagus dari seorang penulis muda he he..emang sih bangsa ini sudah terperosok dengan hutang yang bertumpuk-tumpuk yang entah kapan bisa terbayar... namun kita jangan berputus harapan .. mudah-mudahan para pemimpin bangsa kita bisa berbuat yang terbaik untuk negeri ini, sehingga bangsa ini bisa mandiri.. mari kita berdoa kepada Alloh semoga memberikan kebaikan kepada pemimpin kita dan jalan keluar yang baik. Dan itu semua ada syaratnya.. Hendaklah Peminmpin dan Rakyat negeri ini beriman dan beramal sholeh, yakni beriman dengan tidak melakukan kesyirikan kepada Alloh .. beramal sholeh dan meninggalkan kemaksiatan2 supaya Alloh memberikan negeri ini berkah dari langit dan bumi.. Amiii..

Anonymous said...

Assalamu,alaikum.
Salam kenal, dan semoga rahmat Allah terlipah kepada kita semua..
Terusterang saya tertarik dengan tulisan sdr ini, selain membahas kondisi ekonomi negara dan (maaf kalau salah) mengkritik salah satau Capres, bahasan sdr mengengenai hutang cukup menarik saya untuk ikut berkomentar..
Saya coba membhasa dari kacamata mikro ekonomi (sorry kalau salah mengistilahkan) karena saya meresa sdkt mempunyai beberapa pengalaman dlm hal itu..
Hutang tidaklah menjadi salah jika tepat cara dan pemanfaatannya. Kenapa dlam sistem syariah ada beberapa cara pinjam-meminjam uang, yang tentunya ahli ilmu ekonomi syariah lebih tau, dan sebagai katalisator hutang dapat menjadi pendorong dalam kegiatan ekonomi.
tetapi harus dilihat, cara mendapatnya (aturan, ikatan yang diberikan) dan pemanfatannya haruslah baik.
Sebagai contoh kecil, saat ini bank komersial lebih banyak memberikan kredit konsumsi, terutama bagi PNS atau karyawan. Alasan yang dikemukakan jaminan pembayaran ada dan jelas berupa gaji. Tetapi sebenarnya alasan lebih utama karena disamping jaminan pembayaranadalah, tingkat bunga yang dikenakan tinggi sehingga menghasilkan proft margin yang tinggi, selain itu sifat dasar dari konsumsi adalah tidak terbatas sehingga si peng-hutang akan berkesinambunga..
Si peminjam (dlm contoh ini karywan) merasa dibantu karena kebutuhannya terpenuhi segera, tetapi dia tidak sadar bahwa beban bunga yg ditanggung tinggi dan penggunaannya tidak produktive (untuk bangun rumah, beli kendaraan bermotor, etc), sehingga cuma kematian (maaf sdkt kasar, karena kenyataannya asuransi akan melunasi hutang si almarhum/ah).
Saya rasa begitu juga dengan hutang negara. Jika cara mendapatnya mengorbankan hak kedaulatan negara tentu salah, ditambah lagi penggunaan hutang untuk kebutuhan kontra produktive. Hutang didapat dengan memberikan konsesi tambang yang bagihasilnya minim untuk republik milsalnya, hutang bukan untuk membiayai infrastruktur misalnya tetapi untuk BLT.
Jadi menurut saya bukan salah hutangnya, tetapi cara dan penggunaan hutang itu yang salah.
Mohon maaf saya bukan pendukung salah satu capres, mungkin Pilpres nanti nggak ikut he..he.., tetapi pendapat SBY mengenai hutang nggak salah juga, tapi...
Mengenai semangat usaha warga negara kita, saya sangat setuju. Dogma yang kita wariskan dari kolonial harus diubah, "Sekolah setinggi mungkin, cari pekerjaan, kejar karier, dan gaji untuk keluarga"
Mari sama2 kita muali tanamkan semangat Seberapa banyak kita mampu mempekerjakan orang (dgn standar penghasilan kalau bisa lebih dari cukup).
Ya balik lagi kehutang, pengalaman saya sih bisa begitu ya harus ngutang (Wah jangan2 saya tulis ini karena banyak hutang ya he..he..)
Wassalm