May 28, 2008

PEMENANG KI-1

Sepanjang sejarah Indonesia, gerakan kaum muda terpelajar memiliki posisinya yang khas: penting, tetapi tidak selalu menentukan. Sejak masa kolonial, gerakan kaum muda terpelajar mulai tumbuh seiring dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan di jaman politik etis. Meski format dan platform gerakan kaum muda terpelajar ini boleh dibilang cukup lebar: dari gerakan yang berbasis pendidikan (Budi Utomo), berbasis perjuangan politik (Indische Partij dan Perhimpunan Indonesia), berbasis penguatan ekonomi rakyat (Sarekat Islam), berbasis kaum buruh (ISDV/PKI), dan berbasis kaum petani (Sarekat Rakyat), tetapi semua gerakan ini pada umumnya memberikan kontribusi dalam memahat bangunan keindonesiaan dan kebangsaan. Salah satu ciri yang paling menonjol dari gerakan kaum muda terpelajar ini adalah bahwa sebagian besar dari pergerakan ini merupakan pergerakan rakyat, berbasis massa rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh partisipasi rakyat yang sedemikian tinggi tak hanya dalam vergadering-vergadering, tetapi juga terlibat aktif dalam pergerakan tersebut.

REORIENTASI ARAH JUANG GERAKAN MAHASISWA (PEMUDA)
(evaluasi gerakan mahasiswa/ pemuda)
OLEH : Dedi Hardiansyah P*
Sepanjang sejarah Indonesia, gerakan kaum muda terpelajar memiliki posisinya yang khas: penting, tetapi tidak selalu menentukan. Sejak masa kolonial, gerakan kaum muda terpelajar mulai tumbuh seiring dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan di jaman politik etis. Meski format dan platform gerakan kaum muda terpelajar ini boleh dibilang cukup lebar: dari gerakan yang berbasis pendidikan (Budi Utomo), berbasis perjuangan politik (Indische Partij dan Perhimpunan Indonesia), berbasis penguatan ekonomi rakyat (Sarekat Islam), berbasis kaum buruh (ISDV/PKI), dan berbasis kaum petani (Sarekat Rakyat), tetapi semua gerakan ini pada umumnya memberikan kontribusi dalam memahat bangunan keindonesiaan dan kebangsaan. Salah satu ciri yang paling menonjol dari gerakan kaum muda terpelajar ini adalah bahwa sebagian besar dari pergerakan ini merupakan pergerakan rakyat, berbasis massa rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh partisipasi rakyat yang sedemikian tinggi tak hanya dalam vergadering-vergadering, tetapi juga terlibat aktif dalam pergerakan tersebut.
Seiring waktu, gerakan kaum muda terpelajar ini mulai mengambil bentuk klub-klub studi. Algemenee Studie Club adalah salah satu yang paling menonjol. Klub studi ini didirikan oleh Soekarno yang bertujuan untuk mengajukan kajian strategis untuk partai-partai politik yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia, dan mencetak kaum intelektual yang berpihak dan berpijak pada kepentingan rakyatnya. Ketika krisis kolonialisme mulai menjelang, berbagai perkumpulan kaum muda yang mengambil bentuk dan nama yang unik, asrama, mulai tumbuh dan berderap mengusung api kermerdekaan. Tumbuhnya model-model gerakan kaum muda yang berbentuk, asrama, ini dipicu oleh intruksi kolonialisme Jepang yang berwatak fasis. Ketika berkuasa, Jepang melarang berbagai bentuk kegiatan yang berbau politik, serta membubarkan berbagai organisasi kepemudaan, mahasiswa, dan partai politik. Menyiasati hal ini, sekelompok kaum muda tersebut kemudian melakukan perkumpulan dan diskusi di asrama-asrama mahasiswa. Di antara yang paling menonjol dari asrama-asrama ini adalah: Asrama Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31), Asrama Fakultas Kedokteran, dan Asrama Indonesia Merdeka. Asrama-asrama ini melakukan proses pendidikan pergerakan yang cukup maju. Dengan pengajar yang terdiri dari aktivis-aktivis dan intelektual pergerakan yang lebih senior seperti Soekarno (politik), Hatta (ekonomi), Sutan Syahrir (sosialisme di Asia), M. Yamin (pendidikan dan kebudayaan), Sanusi Pane (kebudayaan), serta Suwondo (sejarah pergerakan nasional Indonesia), para pemuda yang lahir dari model-model asrama ini kelak merupakan sosok-sosok yang tak hanya mendorong lahirnya kemerdekaan Indonesia, melainkan juga mempengaruhi konstalasi politik dan pergerakan di Indonesi. Beberapa nama yang lahir dari model ?pergerakan asrama? ini adalah: Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, Sidik Kertapati, DN Aidit, Khalid Rasjidi, dll.
Setelah Indonesia merdeka, berbagai gerakan mahasiswa yang berinti-kelompok pada mahasiswa sendiri, serta bercorak identitas atau ideologi, dam berafiliasi pada partai politik tertentu mulai lahir. Di antaranya adalah HMI, GMKI, PMKRI, GMNI, dan CGMI. Pada fase ini, akibat tersubodinasinya berbagai gerkan ini pada ideologi dan partai politik, serta krisis politik yang kian memanas, utamanya pada tahun 1965-1966, terjadi konfrontasi yang keras di antara gerakan mahasiswa, bahkan menuju pada anihilasi. Seiring dengan tampilnya Orde Baru yang menghancurkan elemen-elemen kerakyatan dan Kiri, termasuk di antaranya gerakan mahasiswa. Kehancuran elemen-elemen gerakan mahasiswa yang bercorak progresif dan Kiri ini, dibantu oleh berbagai gerakan mahasiswa lain yang terlibat konfrontasi dengannya, serta berupaya menggulingkan Orde Lama sembari bergandeng tangan dengan militer. Berbagai gerakan mahasiswa inilah yang kelak turut mendirikan sebuah rejim neofasis yang bernama Orde Baru.
Belum genap Orde baru berumur setengah windu, gerakan mahasiswa kembali bergolak dan bergeliat. Menyaksikan korupsi yang merajalela, serta kemiskinan yang kian meruyak, mereka tampil kembali melayangkan perlawanan terahdap rejim. Gerakan mahasiswa pada era ini mulai membesar, dan memiliki jangkauan isu yang luas: dari isu korupsi (1970), boikot pemilu/Golput (1971), kritik terhadap paradigma dan praktek pembangunan yang dijalankan Orde baru yang makin menyisihkan kaum miskin (1973), hingga perlawanan massal terhadap dominannya investasi asing (Malari 1974), serta berujung pada tahun 1978 dimana gerakan mahasiswa mulai mengambil isu yang lebih tegas semisal menuntut mundurnya Soeharto, menata ulang struktur ekonomi-politik, dan menegakkan hukum. Menanggapi aksi dan perlawanan dari gerakan mahasiswa ini, rejim mengeluarkan serangkaian kebijakan represif, militeristik, dan hegemonik. Tak hanya itu, Orde Baru juga menjalankan politik rumah kaca dengan mengeluarkan NKK/BKK, yang menormalisasi dan menyeterilkan perguruan tinggi dari aktivitas pergerakan mahasiswa. Situasi ini membuat lambat laun para mahasiswa menyadari bahwa mereka justru menjadi korban dari monster yang dulu mereka ciptakan sendiri: Orde Baru.
Tetapi, tak ada kekuasaan yang tak niscaya berakhir. Akibat dari watak kekuasaan Orde Baru yang semakin bersifat oligopolis dan fasis, rejim ini mulai mengalami krisis. Serangan pertama kali datang dari gerakan-gerakan buruh yang turut diradikalisasi dan diorganisir oleh berbagai gerakan mahasiswa. Di tahap krisis ini pula, muncul berbagai macam gerakan mahasiswa yang bercorak baru, yang merupakan antitetis dari gerakan mahasiswa yang telah ada dan dimapankan oleh rejim selama masa Orde Baru. Gerakan mahsiswa yang bercorak baru ini tak hanya mengambil mahasiswa sebagai basis dari gerakannya, melainkan juga berupaya merambah sektor-sekto buruh, miskin kota, dan petani. Berbagai gerakan ini seakan membangkitkan kembali gerakan mahasiswa yang bercorak populis dan diobori oleh teori-teori sosial radikal seperti marxisme, dan gerakan sosial baru. Pada Mei 1998, melalui ribuan aksi-massa rakyat dan mahasiswa, sebuah pukulan terakhir dilayangkan ke wajah Orde Baru. Dengan pemogokan massal, dan menduduki gedung DPR/MPR, dengan telak gerakan tersebut membuat Soeharto turun tahta, rejim Orde Baru pun runtuh.
Setelah runtuhnya Orde Baru, kini gerakan mahasiswa berada pada masa transisi yang sulit dan rumit. Ditempa oleh pengalaman melawan totalitarianisme negara Orde Baru, kini gerakan mahasiswa harus berhadapan dengan situasi demokrasi liberal dan terjangan globalisasi neoliberal. Pada fase ini, tak sedikit gerakan mahasiswa mengalami disorientasi, dan terpaku pada isu dan pola gerakan yang lama.
Kini saatnya gerakan mahasiswa untuk menjadi lebih berpihak dan berpijak pada kepentingan rakyat, beralih menuju gerakan sosial, yang tak lagi hanya berintikan dan berorientasikan mahasiswa, melainkan berorentasikan rakyat. Hal ini harus dimulai dengan menyusun kerangka ideologis yang berwatak populis-kerakyatan. Menurut keduanya, marxisme cukup memberikan landasan teoretis dan ideologis yang tegas tentang hal ini. Yang tak kalah pentingnya adalah perlunya untuk menggeser perhatian dari totalitarianisme negara ke imperialisme modal. Intrusi imperialisme modal yang sedemikian kejam itulah yang menjadi dasar bagi gerakan mahasiswa untuk seharusnya bertransformasi menuju pergerakan rakyat. Artinya, menjadikan rakyat sebagai subyek pergerakan. Aspek penting dari transformasi ini, pada sisi lain, adalah untuk merebut kuasa negara yang kini dikangkangi oleh imperialisme modal. Merebut kuasa negara dengan mendirikan pemerintah demokratik-revolusioner yang tak hanya berwatak populis-demokratis, melainkan juga berciri anti-imperialis, serta menyingkirkan tatanan non-demokratis dan oligharkis warisan Orde Baru. Di muara itulah seharusnya gerakan mahasiswa menuju.
*Aktivis BOM (Barisan Oposisi Muda)


No comments: