February 25, 2009

EFEK KEMENANGAN PARTAI LIKUD DAN KADIMA TERHADAP PALESTINA

Beberapa waktu yang lalu diadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen (knesset) Israel. Hasilnya, dua partai besar yaitu Kadima yang dipimpin oleh Tzipi Livni dan Likud yang digawangi oleh Benyamin Netanyahu, sebagai partai yang memiliki suara lebih banyak ketimbang partai lain. Pemilihan saat ini perolehan suara partai hampir merata dan tidak ada pemenang tunggal atau mayoritas. Hal ini menimbulkan kegamangan politik di Israel.

Beberapa waktu yang lalu diadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen (knesset) Israel. Hasilnya, dua partai besar yaitu Kadima yang dipimpin oleh Tzipi Livni dan Likud yang digawangi oleh Benyamin Netanyahu, sebagai partai yang memiliki suara lebih banyak ketimbang partai lain. Pemilihan saat ini perolehan suara partai hampir merata dan tidak ada pemenang tunggal atau mayoritas. Hal ini menimbulkan kegamangan politik di Israel.

Banyak pihak menenggarai kemenangan Kadima dan Likud dalam pemilu Israel akan berdampak buruk terhadap eksistensi perdamaian di Timur Tengah. Baik Livni maupun Netanyahu sudah terkenal memiliki jejak-rekam yang menakutkan selama ini. Livni sendiri merupakan salah satu arsitek perang gaza yang menewaskan 1400 orang tak berdosa yang terdiri dari warga sipil, anak-anak, orang jompo, dan kaum wanita. Sedangkan Benyamin Netanyahu pernah menjadi perdana menteri yang paling getol mendirikan pemukiman Israel dengan mencaplok wilayah Palestina. Selain itu Benyamin juga mempunyai cita-cita berdirinya Israel Raya dengan menghabiskan tanah Palestina.

Semua orang menilai, siapapun yang menjadi perdana menteri di Israel, kecil kemungkinan untuk terjadinya perdamaian dengan Palestina maupun Timur Tengah. Semua orang merasa pesimis terciptanya perdamaian antara Israel dengan Palestina termasuk dunia Arab. Pemikiran ini timbul setelah melihat jejak-rekam terbentuknya Israel sampai sekarang, tidak pernah ada itikad baik Israel untuk berdamai dan mengembalikan tanah Palestina kepada dunia Arab. Masyarakat dunia sudah tidak memiliki kepercayaan dan rasa optimis terhadap Israel yang terkenal dengan sikapnya yang plin-plan dan suka perang serta pembantaian. Sudah begitu banyak arsip-arsip internasional yang merekam kejahatan perang Israel terhadap bangsa Palestina. Kejahatan perang yang sadis seperti pembantaian di Shabra Shatila, Jenin hingga Jalur Gaza. Sudah begitu banyak air mata tumpah dan hampir-hampir kering meratapi tragedi atau prahara yang dialami oleh bangsa Palestina.

Jikalau bangsa Eropa dan Amerika Serikat tidak ada dibelakang Israel, dari dulu Israel sudah menelan pil pahit kekalahan dan harus angkat kaki dari bumi Palestina dan harus kembali berdiasporan diseluruh dunia. Namun, peta kekuatan militer ternyata berat sebelah, karena Israel mendapat pasokan senjata dan modal besar dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini telah menciptakan sebuah ketidakseimbangan dalam perperangan fisik maupun informasi.

Selain itu, ketidakkompakan diantara bangsa Arab dan perpecahan diantara mereka, menjadi salah satu kelemahan mendasar yang menyebabkan mereka mudah sekali untuk ditaklukan dengan berbagai bentuk bantuan dan kerjasama. Kebanyakan dunia Arab hanya bisa mengecam dan mengutuk tanpa memberikan dukungan riil yang dapat mendukung bangsa Palestina. Para pemimpin Arab hanya bisa melakukan pertemuan-pertemuan dan membahas tentang Palestina di hotel-hotel mewah tetapi tidak ada tindakan nyata yang bisa memenangkan Palestina dari kekejaman Israel dan sekutu-sekutunya.

Minimal pemimpin Arab mencontoh tindakan perdana menteri Turki, Erdogan, yang mengecam Israel di forum ekonomi dunia di Davos, Swiss. Pada saat itu erdogan dengan sikapnya yang tegas menunjuk Simon Peres, Presiden Israel, sebagai pembantai. Erdogan juga menilai bahwa telah terjadi ketidakadilan yang kentara sekali pada pertemuan ekonomi tersebut, dimana kesempatan berbicara yang dimiliki Erdogan tidak sebanding dengan Simon Peres. Hal ini tentu saja membuat Erdogan menjadi berang dan langsung menegur keras moderator, yang notabene keturunan yahudi juga, dan langsung meniggalkan forum tersebut (WO) dan pulang ke negaranya. Di negaranya erdogan disambut bak pahlawan karena telah bersikap tegas terhadap Israel yang dalam hal ini diwakili oleh presidenya sendiri yaitu Simon Peres.

Dunia Arab seperti sibuk dengan kekayaannya sendiri dan melupakan saudaranya di Palestina. Dunia Arab sibuk dengan kemajuan negaranya dan membangun gedung-gedung bertingkat yang canggih dan even-even internasional saja. Hal ini menjadi bukti nyata kelemahan dunia Arab dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Palestina. Rasa persaudaraan diantara mereka mulai luntur dan hampir hilang. Secara pemerintahan tidak terlihat sama sekali respon yang positif dari dunia Arab untuk membantu saudaranya di Palestina.

*Penulis adalah Trainer Kaizen Writer Club dan Staf PNPM-P2KP Kota Bengkulu.
telah dimuat Harian Rakyat Bengkulu pada tanggal 22 Februari 2009 hari senin